Terkadang merasa jenuh ketika mengingat pertemuan-pertemuan kita yang lalu. Kita habiskan waktu berdua dari satu tempat ke tempat lain. Tempat yang menawarkan hiburan dengan tukarkan uang kita. Tempat publik yang tak membuat kita sempat diam sejenak berdua saja. Jenuh itu menjadi suatu kemalasan ketika saya hendak bertemu kamu. Malas untuk ke tempat itu lagi dan melakukan kegiatan itu lagi. Sudah lama saya simpan ini darimu.
Sampai tadi malam kita berbincang lewat handphone. Saya katakan jenuh, kamu balas itu sesuatu yang wajar. Ah, kamu begitu sabarnya menghadapi saya. Sudah kerapkali saya berlagak seperti anak kecil yang tak kebagian permen, tapi kamu memaklumi saya. Sampai sekarang, ketika saya menulis ini, saya masih merasa jenuh dengan memori yang lalu. Tapi ini bukan jenuh akan hubungan kita. Tidak sama sekali. Atau, saya pikir, jenuh ini karena saya temukan realitas yang berbeda, yang tak membosankan, dan realitas itu saya bandingkan dengan realitas kita berdua. Sampai saya tahu mana sesuatu yang disebut membosankan dan mana yang tidak.
Mungkin sikap ini hanya sementara. Saya hendak membiarkan saja rasa ini bergelayut dalam diri. Sampai nanti saatnya saya tak jenuh lagi. Hanya berharap agar kamu mengerti, itu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar